Wujud Legenda Batu Betarup Jadi Objek Wisata



Kabupaten Sambas dikenal banyak memiliki legenda dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat.

Legenda yang merupakan sebuah cerita yang lahir dari keyakinan masyarakat dan bersumber dari kisah nyata yang diyakini pernah terjadi, menempatkan posisi penting pada sebuah peradaban kehidupan manusia.

Karena suatu kisah atau legenda sangat erat juga kaitannya dengan sejarah.



Untuk menuju lokasi batu betarup, kita harus melanjutkan perjalanan dari kota Sambas menuju kecamatan Galing. Yah... kurang lebih setengah jam sampai di Galing, lalu melanjutkan dengan menaiki perahu menyusuri sungai.

Selama di perjalanan diatas air, kita juga dapat menikmati pemandangan asri dari atas perahu.


Batu betarup merupakan wujud berupa batu, dari suatu kisah keluarga termiskin yang dipermalukan oleh keluarga kaya.

Si keluarga miskin telah berupaya dan penuh keinginan untuk menikmati makanan pada satu pesta kala itu. Namun tetap diperlakukan jahat oleh keluarga yang menggelar hajatan dan bahkan menolaknya untuk masuk kedalam tenda undangan atau masyarakat Sambas umumnya menyebutnya Tarup.

Menurut kisah yang diceritakan salah satu orangtua, atau di wilayah Sambas sering disebut Nek Aki bernama Zikri, warga sekitar Batu Betarup yaitu Parit Kongsi, Si Miskin kemudian setelah merasa dipermalukan akhirnya mendandani seekor kucing layaknya seperti manusia. Kucing itu kemudian dilempar ke tengah kerumunan undangan. Sontak orang yang hadir merasa lucu atas penampilan dan tingkah kucing tersebut.

Para undangan pun akhirnya menertawakannya dan tidak disangka terdengar guntur dan petir menyambar tenda-tenda undangan itu dan berubah menjadi batu.


Lebih lanjut Nek Aki menceritakan, awalnya batu akibat sambaran petir itu lembut seperti agar-agar.

Sedangkan saat petir terjadi selama tujuh hari tujuh malam itu, Si Miskin berlindung di rimbunan pohon bambu atau Tamiang. Masyarakat Sambas menyebutnya pungkak Tamiang, sehingga anak dan ibu yang disebut keluarga termiskin dikampung itu selamat.

Setelah petir mereda dan mereka turun ke daratan melihat batu lembut itu serta mendengar suara rintihan dari dalam batu selayaknya ada orang di dalam tetapi tidak bisa keluar.

Keluarga Si Miskin kemudian menganggap rintihan tersebut adalah meminta air. Sehingga diambilnya bambu sebagai media mengalirkan air ke dalam batu lembut tersebut dengan menusukkan bambu ke batu. Sehingga jika diperhatikan hingga sekarang banyak lubang-lubang yang terlihat pada wujud Batu Betarup.

Setelah air diberikan, katanya suara rintihan tersebut hilang dan suasana kembali sunyi.

Akhirnya lama kelamaan batu tersebut keras seperti batu pada umumnya yang awalnya menurut cerita yang diperoleh seperti agar-agar.

Tidak hanya tenda atau tarup yang menjadi batu, namun juga menurut Nek Aki Zikri hewan yang ada disekitar juga terkena. 

Ia menjelaskan bahwa hingga sekarang masih tersimpan dalam air sungai yang berdekatan dengan Batu Betarup tersebut berupa batu bentuk ikan belida, batu bentuk rusa dan batu bentuk buaya.

Lokasi batu betarup yang berada di desa Tempapan Hulu ini, merupakan lahan datar dan oleh masyarakat telah mengusahakannya untuk berkebun.

Sehingga keberadaan batu besar yang umumnya berada pada wilayah pegunungan atau sungai berbatu, lain halnya dengan batu betarup yang kita saksikan saat ini.

Wujud batu betarup yang panjangnya lebih dari lima puluh meter ini, terdiri dari beberapa bagian.

Sehingga jika dikaitkan dengan cerita rakyat yang saat ini berkembang secara turun temurun tadi, maka bagian bagian batu ini merupakan tenda atau tarup dari suatu pesta besar.

Dari sisi lainnya, letak dan posisi munculnya batu ini, memberikan peluang munculnya banyak cerita dari berbagai aspek.

Karena keberadaannya yang tidak lazim seperti pada umumnya adanya batu besar pada wilayah datar.

Dilihat dari segi keilmuan dan dilihat dari peninggalan arkeologi, keberadaan batu betarup ini memiliki nilai penting dalam peradaban Sambas.

Karena diyakini pula, berdasarkan data peninggalan arkeologi lainnya yang berasal dari wilayah ini, penduduk telah mendiami kawasan Galing jauh pada abad ke empat Masehi.

Dari legenda batu betarup yang ada di Kabupaten Sambas ini, hingga sekarang masyarakat masih meyakini beberapa pesan yang terkandung dari ceritanya.

Nilai nilai tersebutlah yang saat ini menjadi norma dan etika yang menjadi panutan masyarakat dalam melakukan interaksi, baik sesama manusia, alam sekitar dan mahluk hidup lainnya.


Cerita rakyat dalam kajian sejarah atau dongeng berkaitan dengan keberadaan batu betarup, merupakan bukti bahwa Sambas masuk dalam dinamika perkembangan Satra dunia melayu yang global.

Saat ini kawasan batu betarup sudah dikelola oleh pemerintah kabupaten Sambas sebagai objek wisata.

Upaya tersebut merupakan bentuk satu pengakuan bahwa, cerita legenda batu betarup mempunyai nilai historis yang dapat membentuk karakter masyarakat lebih baik dari segi adab dan moralitasnya.

Peninggalan legenda batu betarup tidak hanya memberikan cerita orang terdahulu sebagai upaya penyampaian pesan kebaikan kepada kita, namun juga dihadapkan kepada tantangan, yaitu bagaimana melihatnya sebagai bagian penting dalam proses peradaban serta kepentingan memajukan ekonomi masyarakat sekitarnya. (admin)

Link video : https://youtu.be/B6fVpyqWsGw


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak